A View From Passionisti

A View From Passionisti

Saturday 21 December 2013

Puisi Desember 2013 (Natal)

Surat Untuk Kekasihku di Biara di Atas Bukit




Untuk kekasihku yang
Memilih melayani Tuhan
Di biara indah itu…

Setiap malam aku terkenang dirimu
Aku teringat duduk di tepi jendela
Menjelang Natal hanya termangu
Menanti salju turun di Jakarta.
Aku teringat akan air yang juga membeku
Air yang mengalir dari mata
Yang jatuh menggenang di hatiku.
Aku ingat memudarnya titik cahaya
Setelah kutinggalkan gereja tua
Tempat kita pernah menumpahkan rindu.

Setiap menjelang Natal
Sebagian saudara-saudaraku
Melarangku mengucapkan Selamat Natal
Kepadamu.
Aku tak peduli, Sayangku.
Setiap menjelang Natal
Aku selalu merindukanmu
Mengenang setiap pesta perjamuan Natal
Di biaramu.

Aku menunggu salju turun
Walau harus seribu tahun,
Aku selalu menyimpan cintamu
Jauh di dalam lubuk hatiku.

Mereka mungkin belum tahu
Setiap cerita yang pernah kusampaikan
Kepadamu.
Berjam-jam kita duduk bersatu
Bicara tentang kehidupan dan kematian
Di biaramu.

Aku seorang darwis dari tarekat
Asing yang tak pernah dikenal.
Aku mengembara mencari berkat
Seperti kehidupan yang kaukenal.
Kemurnian, ketaatan, kemiskinan.
Aku juga memohon mengharapkan
Kiranya para mursyid agung berkenan
Membimbing kami dalam perjalanan.

Khidir, Ilyas, Isa, dan Al-Mahdi
Semoga kami diundang ke dalam komuni
Empat pir yang agung dan suci,
Setiap detik, setiap menit, setiap hari.
Setiap tarikan dan hembusan nafas kami.

Untuk kekasihku yang
Memilih melayani Tuhan
Di biara indah itu…

Isa al-Masih, Yesus Kristus terkasih.
Tak peduli bagaimana baginda dipanggil.
Kekasihku,
Kita berdua sama-sama mencintainya.
Kita berdua sama-sama mengetahuinya,
Mengetahui hari Natal bisa dirayakan
Kapan saja.
Mengetahui kau mencintainya
Dengan duduk bersimpuh dan memujanya,
Dan aku pun mencintainya
Dengan duduk memohon wasilahnya.

Isa al-Masih, Yesus Kristus terkasih,
Tak peduli bagaimana baginda dipanggil.
Kekasihku,
Kita berdua sama-sama mencintai ibunya.
Ibunya yang suci yang dikandung tanpa noda.
Ibunya yang agung yang dipelihara dari dosa.
Maryam, Maria,
Tak peduli bagaimana memanggilnya.
Kita berdua sama-sama memohon didoakan
Meski dengan sepasang tangan yang tak sama,
Meski dengan cerita kelahiran yang tak sama,
Kita berdua sama-sama memujinya luarbiasa.

Maria, oh Maria,
Ibumu dan ibuku juga. Ibu kita berdua.
Kekasihku,
Mereka melarangku mengucapkan
Salam kepada ibu kita, kepada putranya
Pada hari yang diperingati
Untuk mengenang hari ibu kita
Melahirkan putranya dengan sepenuh daya?
Tidak, tidak, jangan cemas kekasihku.
Aku akan mengucapkan
Selamat Natal kepadamu, untuk ibu kita.
Untuk putranya yang telah membimbingku
Pada hari-hariku yang sunyi sepi
Di ibukota negerimu.

Maria oh Maria,
Ibu kita, di dalam kitab suci yang kuimani
Dia melahirkan putranya dengan airmata penderitaan,
Hanya mereka yang tidak pernah mengerti
Kesakitan dan penderitaan seorang ibu yang melahirkan,
Yang melarangku mengucapkan salam untuk ibu kita,
Untuk putranya, yang bercahaya sepanjang masa.

Untuk kekasihku yang
Memilih melayani Tuhan
Di biara indah itu…

Setiap malam aku terkenang dirimu
Aku teringat duduk di tepi jendela
Menjelang Natal hanya termangu
Menanti salju turun di Jakarta.
Aku teringat akan air yang juga membeku
Air yang mengalir dari mata
Yang jatuh menggenang di hatiku.
Aku ingat memudarnya titik cahaya
Setelah kutinggalkan gereja tua
Tempat kita pernah menumpahkan rindu.

Tahukah engkau, Sayangku
Sering sekali aku berbisik di hati,
“Santo Petrus, Santo Petrus
Kapan aku diundang ke rumahmu lagi?
Seperti waktu-waktu itu di kotamu,
Menangis meratapi kegilaan zaman,
Meratapi para pencinta Yesus
Yang tak pernah berhenti berkelahi,
Rindu aku untuk bersimpuh memohon wasilah
Di bangku kayu rumahmu.
Santo Petrus, Santo Petrus,
Aku juga merindukan putra dari putrimu
Mengharapkan bimbingannya,
Dalam setiap langkahku.”

Berjam-jam kita duduk bersatu dalam kereta,
Menempuh perjalanan dari kota ke kota,
Dari gereja ke gereja, dari biara ke biara,
Kita berbicara tentang cinta. Tentang cinta.

Sebab aku mencintai ibu kita,
Sebab aku mencintai putranya,
Sebab aku mencintaimu,
Dan engkau pun mencintaiku.
Kuucapkan,
“Selamat Natal!”
Kapan pun. Di mana pun.
Mari kita berpesta di rumah-rumah
Mereka yang menderita,
Berbagi cinta kasih yang pernah kita rasakan
Kepada mereka.

Kekasihku,
Betapa anehnya
Semakin kita membagi cinta kita,
Cinta kita malah semakin berlipat ganda!






22 Desember 2013

2 comments:

Anonymous said...

cinta yang berlipat ganda, oh dahsyat...!
Kuingin juga punya kekasih di Biara..^_^

yosephyapitaum said...

Dari gereja ke gereja, dari biara ke biara,
Kita berbicara tentang cinta. Tentang cinta.
Pengucapan yang kuat dan berkesan.