A View From Passionisti

A View From Passionisti

Wednesday 28 September 2011

Perjalananku di Cremona dan Milan

Pizzighettone, Cremona, dan Milan.

25 September 2011

Pada pukul 6.32 pagi aku tiba di Bandara Malpensa, Milan dengan pesawat terbang Ettihad dengan nomor penerbangan EY 81. Aku tidak merasa kelelahan yang amat karena aku tidur, mendengar musik Enya dan klasik, serta menonton film di dalam pesawat yang kutumpangi dengan transit di Abu Dhabi selama tiga jam. Teman perjalananku selama di pesawat, saat menuju Abu Dhabi adalah seorang TKW, dan saat menuju Milan, aku duduk di sebelah sepasang kekasih atau suami istri, dan di samping seorang wanita yang cukup baik walaupun tidak bicara apa-apa denganku, seperti menolongku memberikan apa yang mesti dibuang kepada pramugari bahkan berinisiatif mengambilkan tasku di kabin.

Aku dijemput oleh Romo Matteo dan adiknya Laura, gayanya mirip dengan wanita yang berada di sampingku sepanjang pesawat, yang sekarang aku mengerti mengapa dia tidak banyak bicara. Laura tidak berbahasa Inggris dan begitu pun pada umumnya orang Italia. Kemudian kami bertiga menuju Pizzighettone, tempat aku akan menginap yaitu rumah keluarga Rebecchi. Jalan tol dan jalan raya menuju kota kecil beberapa kilometer dari Milan ini sangat rapi dan bersih. Sepanjang jalan terdapat ladang jagung yang sedang dipanen; peternakan babi yang walaupun aku tidak lihat, tetapi aku sudah kenal dengan baik ciri khas baunya sejak aku di SMP di Malaysia; pabrik-pabrik dan orang-orang berlalu-lalang dengan sepeda mereka di jalan pedesaan. Jalanan sangat lengang, sehingga aku yakin suamiku kalau mengemudi di jalanan tersebut akan begitu senang. Hanya harus berhati-hati karena banyak kamera pengawas laju kecepatan, selain juga harus terbiasa dengan mengemudi di sebelah kiri.

Aku disambut dengan hangat oleh Ny. Rebecchi (Luisa) yang sudah berumur 76 tahun, tetapi sangat kuat dan sehat. Dialah yang akan menjadi pemandu wisata di kampung halamannya Cremona nanti. Dia, untungnya, dapat berbahasa Inggris karena dia pensiunan guru bahasa Inggris di SMU! Selain itu, ada juga kakak Matteo, Franseska, yang juga tidak berbahasa Inggris. Rumah keluarga ini bertingkat empat, di belakangnya terdapat kebun apel, pir dan anggur. Jadi pada waktu makan malam di rumah mereka, aku menikmati buah dan selai hasil kebun mereka sendiri.

Setelah beristirahat beberapa jam di rumah, karena pada hari itu adalah hari Minggu, aku menemani mereka yang akan pergi Misa di gereja dekat rumah mereka. Kebetulan pada hari itu Misa akan mengenang sekian tahun wafatnya ayahanda Romo Matteo. Aku duduk di belakang bersama ibu, Laura dan Franseska. Tetangga-tetangga dan komuni di gereja itu sangat ramah dan hangat, mereka mirip dengan orang Indonesia, saling menyapa (Ciao) dan nantinya mengucapkan salam "sampai jumpa" (Arriverderci) bahkan walaupun harus berhenti sebentar dari sepeda atau mobil. Misa hari itu di kota kecil ini sangat ramai, anak-anak duduk di depan dengan penuh disiplin diawasi beberapa orang tua, dan semua perempuan berpakaian sopan dan anggun.

Setelah misa, kami berangkat menuju kota kecil Cremona, di mana di sana terdapat sebuah katedral tua dari abad pertengahan Masehi, gereja-gereja tua tempat kaum Katholik meminta doa syafaat dari para santo, rumah persembunyian para pimpinan Fasis pada masa Perang Dunia II, dan beberapa toko yang dikenal sebagai pengrajin violin terbaik di Eropa. Di sana juga terdapat salah satu menara gereja tertinggi di Italia .  Udara hari itu cukup sejuk, sekitar 20 hingga 22 Celcius. Walaupun begitu, pada siang hari sangat terik dan kering, sehingga sudah terbiasa menikmati segelas es krim di sana walau pada musim gugur yang sejuk. Aku, Matteo dan ibunya yang sudah sepuh mengelilingi pusat kota dan gereja-gereja tua di Cremona dengan berjalan kaki (kalau ibuku pasti tidak kuat). Memang, ia melelahkan namun sangat mengasyikkan. 

1. Makan siang bersama keluarga dari para pastor Serikat Xaverian dan para pastor di Wisma Xaverian di Cremona sebelum keliling kota. 









 2. Keliling Cremona 


Menara Katedral  Duomo (Torrazzo) merupakan menara gereja pre-modern tertinggi di Italia yang didekasikan untuk Santa Maria Assunta. Aku juga menyusuri jalanan kota yang sepi, dan menemukan toko biola/violin. Di gereja tua, menderma untuk sebatang lilin untuk sepupuku Bimo yang sedang sakit agar didoakan di gereja ini oleh para santo.














Dua biarawati dan seorang muslimah di gereja tua...







Toko biola



Di Jalan ini dulu terdapat petinggi Fasis yang mati ditembak 




Biara yang dibangun oleh arsitek Donato Bramante






Seakan-akan sebuah gang pada tahun 1940an...


Papan petunjuk museum yang dicoret anak-anak - di samping museum terdapat sekolah menengah.





Museum sedang tutup. Jam istirahat.


Kembali tentang gereja: 










Milan

26 September 2011

Pagi ini, hari Senin, kami berangkat ke kota Milan dengan mobil fiat milik kakak Matteo, Fransesca, seorang guru SD. Di suatu bagian kota, mobil diparkir di salah satu gedung khusus untuk parkir kemudian naik metro menuju Katedral di Milan.

Ini adalah hari yang sangat melelahkan karena kami bertiga berjalan kaki mengelilingi kota Milan. Di pusat kota tidak boleh ada mobil. Hanya sepeda dibolehkan lewat. Di samping katedral, kami mengunjungi beberapa gereja. Ketika ditanya apakah ingin melewati jalan tempat pusat mode Milan, saya bilang tidak karena saya lebih tertarik kepada situs-situs bersejarah di kota ini. Namun, kami melewati juga sebuah jalan tempat beberapa toko barang bermerk seperti Prada, Louis Vitton, dll dijual. Di mall tempat kami makan tidak lama kemudian, beberapa orang berwajah Asia (mungkin Cina atau Korea) mereka membeli beberapa barang bermerk di mall tersebut.

Di sudut-sudut kota juga terdapat pengemis, termasuk seorang wanita berjilbab yang mungkin berasal dari Eropa Timur atau Asia. Orang-orang Bangladesh menjual mainan produk China adalah pemandangan yang lazim. Juga orang-orang Afrika yang menjual gelang dari tali seperti yang lazim kita jumpai di Jogja. Turis melimpah di mana-mana, bahkan sepasang pengantin berwajah Asia (mungkin Cina atau Korea) berfoto di tengah-tengah ”pasar toko barang bermerk” itu. Kurasa Milan sebagai kota tidaklah menarik kecuali bangunan-bangunan tua dan bersejarahnya – maklumlah, aku seorang ”antiquarian” hehehe.

1. Katedral Di Milan



















2. Jalan-jalan di pertokoan barang bermerk









3. Pengemis dengan gambar Yesus.



3. Pertunjukan fashion di dalamnya



4. Mau naik trem atau vespa?





4. Gereja dan biara St. Ambrogo












5. Bunda Maria berambut pendek



6. Menyusuri biara tua





7. Monumen kota







8. Sebuah universitas Katolik di Milan tempat ibu Matteo memperoleh sarjana di bidang bahasa Inggris



Ruang Kuliah, bagian atas. Mahasiswa sedang ujian.:


Dapur yang ditemukan di bawah universitas. Dapur tua dari abad pertengahan.Sekarang menjadi ruang teater dan latihan teater.








Ibu Celestina (namanya berarti biru), dosen sastra Italia yang baik hati mengajak kami masuk ke dalam dapur di bawah tanah (lantai tiga) yang semangat menunjukkan tempat-tempat bersejarah di universitasnya mungkin karena mengetahui bahwa Matteo seorang romo


8. Sebuah kastil tua.







Putri Jawa di Kastil Eropa...hehehehe...










Dulunya ini adalah saluran air untuk menjaga kastil/benteng...









9. Pengemis di stasiun metro Milan