A View From Passionisti

A View From Passionisti

Tuesday 22 October 2013

Puisi Persaudaraan 18 Zulhijjah




Sebuah cawan dengan tiga kekuatan yang
Menampung ilmu yang utama,
Terseok-seok berjalan dengan beban yang sebesar itu.
Dia menemukan sebuah jalan, yang lurus terbentang,
Kemudian ketika hendak melanjutkan perjalanan,
Seberkas cahaya yang luarbiasa indah menawan
Memikat, mendorongnya untuk tetap berjalan,
hampir ia melepaskan keagungan yang dipikulnya,
Cahaya dan Jalan itu, seakan-akan menuangkan
diri mereka di hadapan cawan,
Dengan segenap daya yang terpancar dan terhampar,
mereka mendorongnya untuk sekali mencoba
untuk menanggung keagungan yang melebihi
kapasitasnya. Ia akhirnya tersenyum dan
berjalan tertatih-tatih sementara mereka
tetap menggandengnya. Sekali lagi, katanya,
untuk yang terakhir kalinya. Mereka tahu
sebab Jalan membutuhkan kekuatan untuk
menopang mereka yang masuk dan melangkah,
dan Cahaya hanya dikenali pada ilmu yang utama,
sebagai cawan ia berkata, "tebasan pedang yang suci
memancarkan memendarkan seluruh keelokanmu,"
dan ia berkata, "duhai siapa gerangan yang akan
merebahkan dirinya pada hamparanmu?
anggur apa yang nanti dituangkan ke dalamku?"
Terlalu sering merasa letih dan lelah untuk bersuara,
cawan hanya ingin dituangkan anggur terbaik
yang kudus dan tercurah langsung dari langit,
bukan anggur palsu yang hanya dapat memabukkan.
Tetapi entah bagaimana ia tahu semua ini hanya
sementara. Sebab takdir yang mempertemukan
hujan yang tertumpah dari cawan, cahaya yang
berkabut, dan jalan yang bersemak belukar,
menyatu dalam sungai yang berkelak-kelok
ke satu lautan samudra.

Pondok Gede -- 18 Zulhijjah -- 2013

Friday 4 October 2013

Yang Mutlak dan Yang Tak Terbatas


Lingkaran kesatuan...
Yang tak terbatas di dalam yang mutlak,
dan
Yang mutlak bagi yang tak terbatas.

Jika...
Yang mutlak ingin menguasai yang tak terbatas,
Dan jika...

Yang tak terbatas ingin berlindung pada yang mutlak,
Maka...
Yang mutlak akhirnya tak dapat menjangkau yang tak terbatas,
Dan kemudian...
Yang tak terbatas menderita dalam belenggu yang mutlak.

Apabila...
Yang tak terbatas menemukan yang mutlak di dalam dirinya,
dan yang mutlak menerima yang tak terbatas di dalam dirinya...

Ya Haqq!  
Anggur pun tidak lagi membuat pening,
Walau bercawan-cawan banyaknya direguk,
Hanya rasa manis,
Rasa manis dan lelap
Dalam lingkaran yang utuh!


Wednesday 2 October 2013

Awal Oktober



Seperti dirimu aku merindukan kesendirian, berjalan di antara pepohonan, dari taman ke taman, melangkah di atas daun-daun berguguran, menyongsong kehidupan abadi.

Aku mengerti tidak banyak orang yang memahami, aku ingin berhenti menuliskannya lagi, seperti saat kau berhenti mengungkapkannya dengan kata-kata tanpa suara.

Ketika kau mengatakan tentang pasar yang hiruk-pikuk di seberang, kutahan air mata di dalam dada, tak ingin kautahu bahwa aku tidak menemukan awan di langitnya lagi...warna langit pun tak lagi biru...hampa dan muram... Musim gugur telah menjelma menjadi musim dingin, hanya sejenak secercah sinar mentari yang memelukku hangat... 

Seperti dirimu aku ingin keluar dari keriuh-rendahan di dalam pasar, aku ingin menari-nari berputar dalam lingkaran sambil menyenandungkan pujian-pujian kepada mawar-mawar di taman rahasia, kemudian hanya ada aku dan kau...

Gentong besar di hatiku, begitu berat kupikul, meskipun segala isinya telah kukeluarkan, kutumpahkan ke lautan luas tempat aku jatuh tenggelam tak hendak kembali ke pesisir laut... Sekarang semuanya telah kosong, tetapi tetap membebani perjalananku jauh ke dasar dari yang terdalam... 

Seperti dirimu, aku hanya bisa menangisi keterlemparan jiwa ke dalam tubuh lemah tak berdaya, daging yang berkuasa atas ruh, dan pikiran yang dirasuki kicauan burung-burung, sedangkan aku telah meneguk bercawan-cawan anggur dan sering jatuh mabuk, tapi belum ada yang pernah menemukan aku terhanyut sejauh ini kecuali...

ENGKAU yang terhijabi oleh kau.
Ya. Kau.