A View From Passionisti

A View From Passionisti

Wednesday 21 November 2012

Puisi November 2012



Saat Kita Membunuh Tuhan

Oleh: Chen Chen M

















Semua perang ini adalah perang duniawi...
Jika aku menutup mataku, dan aku melihat
Dalam kegelapan dan tak ada apapun
Hanya kosong…kosong…dan kosong…

Kudengar mereka dikirim bukan agar
Aku gagah perkasa, kaya raya atau terkemuka.
Tetapi mengapa orang-orang yang paling
Dipercaya sebagai pengikut mereka,
Menawarkan padaku kekayaan, kemuliaan dunia,
Atau kejayaan kegagahan di atas tahta?

Semua perang ini adalah perang duniawi…
Jika aku membuka mataku, dan aku tidak melihat
Dalam terang-benderang, dan begitu banyak
Segalanya ada…ada…ada…

Kubaca mereka mengajarkan agar
Aku bersabar, mencintai, teguh di Jalan derita,
Tetapi mengapa orang-orang yang tak pernah
Diakui sebagai pengikut mereka,
Menunjukkan kesabaran, kasih sayang dan keteguhan
Di atas segala sengsara dan ratapan dukacita?

Aku mengerti,
Sekaligus tidak mengerti,
Sekarang.
Sebab aku mencari, tetapi tidak berjumpa.
Sebab aku tidak mencari, tetapi menemukan.

Yang kuingat mereka mengajarkan untuk tidak
Membangun kuil megah di atas jembatan
Hanya demi memuja Tuhan.
Tetapi mengapa aku didesak untuk mengagumi
Bahkan membiayai ziggurat yang lebih tinggi
Menjulang daripada Rumah Tuhan sendiri, dan
Jikalau tidak aku kikir, nista dan akan terkutuk?
Yang kuingat mereka mengajarkan tak pernah
Memaksa orang-orang ikut dalam rombongan
Hanya demi meraih Surga.
Tetapi mengapa aku dirayu untuk mengiklankan
Bahkan mendesak orang-orang untuk dibaiat
Dibaptis lagi didaulat menjadi anggota mereka,
Dan jikalau ada yang menentang maka
Halal darah dan wajib air mata tertumpah mengalir? 

Ah!
Siapa yang mengatakan bahwa
Merekalah yang paling mengikuti,
Itulah mereka yang paling menjauhi.
Siapa yang menunjukkan bahwa
Mereka tidak pernah mengikuti,
Diam-diam merekalah yang paling mendekati.

Apakah kaubingung?
Atau kaujustru bertambah yakin?

Tak ada yang membenci taman yang indah,
Kecuali dia yang hatinya terluka,
Dan dendam di dadanya terus membara.
Tetapi mereka yang mencintai taman yang rupawan,
Seringkali lupa, bagaimana ia dirawat dan dipelihara.
Kupu-kupu dan kumbang seakan sebuah selingan,
Dan wangi bunga-bunga sekejap saja terhirup.
Mereka, juga aku dan kau, tak ada bedanya.
Hanya menginginkan duduk menikmatinya,
Tak peduli apakah itu mimpi atau nyata,
Sekiranya mungkin biarlah tak perlu jerih payah,
Menatap langit yang memayunginya,
Menginjak rerumputan hijau yang mengalasinya.
Hanya harapan sekaligus prasangka yang ditanamkan,
Tetapi menginginkan pohon-pohon yang rindang
Dan bunga-bunga yang elok
Tak pernah layu dan rontok ketika musim gugur,
Tetap bersemi di kala musim kemarau.
Dan di sini,
Di taman ini,
Kita sebenarnya sedang melawan lalat-lalat,
Ulat, serta seribu satu serangga
Yang kita pikir begitu mengganggu,
Yang hidup bahkan lebih singkat daripada
Saat kita – manusia – belajar berjalan.

Kita mengira kita masih hidup,
Tetapi ternyata
Kita sudah lama mati
Saat kita membunuh Tuhan.

20.11.2012

Gambar: Seorang Ibu di Taman Pemakaman Korban Perang Bosnia-Serbia