A View From Passionisti

A View From Passionisti

Wednesday, 25 September 2013

Syair-Syair September 2013


Bibi Miryam: 

Bunga-bunga kuning mekar di tepi lebuh raya,
Kuda-kuda mekanis melaju dalam kepadatan.
Desahku dalam hening merindukanmu jua,
Pancaranmu manis namun samar terhijabkan.




Bibi Zulaekha: 

wangi lavender membias lembut 
tenangkan sejenak penat di raga 
gejolak rasa bagaikan ombak 
tak henti memecah karang 
mengusik jiwa 

biarkan rasa ku terbang 
ke tempat yang ditujunya 
rasakan seteguk cawan kegilaan 
kegilaan yang mendamaikan.





Bibi Miryam:

Dalam diam aku melayang lenyap tidak terkesan bagai debu,
Sebab, cahaya senyumanmu telah membuatku jatuh berseru:
"Aku merindukanmu yang memantulkan bayang-bayang kelabu,
Tetapi, bahkan pantulanmu pada cermin jauh itu berkabut biru!"



Bibi Zulaekha:

Kenari kecil terpaku di pinggir jendela
menatap dunia nun jauh disana
mentari dengan hangat sinarnya
kerinduan yang memenuhi jiwa
kepada Bulbul sahabatnya,,
ia berkata
"Wahai Bulbul,, rasa ku tlah buatku merana
kerinduan yang membuncah dalam jiwa
sayatan yang buatku menderita
belenggu tak terlihat ... namun begitu terasa ..."
Bulbul menjawab dengan kicauan
"Wahai kawan,, tak hanya kau yang menyimpan
kerinduan ...
Tentang hujan,, dan awan
di negeri Kebijaksanaan
sungai yang airnya mengalir dalam cawan ...
melenakan namun tak memabukkan ....
Bersabarlah kawan,,
takkan lama lagi penantian...
dan cerita kerinduan ..
akan tersampaikan....."
 





Bibi Miryam:


Wahai kenari,
Kutitipkan kepada angin yang berhembus,
Senandung yang kusimpan sendiri...
Langit yang biru luas terhampar
Hati yang berada jauh melampaui 
Besok semoga angin melemparku jauh
Ke dalam pondok kayumu.

Monday, 16 September 2013

Sohbet Dua Darwis (2)



Darwis Pertama: 



"Kota itu membuatku cemburu,"
Kata si bulbul kepada langit
Yang dipandangnya dari balik jeruji
Sangkar yang pintunya tidak terkunci.
"Aku ingin mengirimkan rindu,
Lewat angin yang berhembus 
Sebab sayapku terlalu lemah 
Untuk terbang jauh ke sana."
Bulbul itu menahan air matanya
Di dalam batin, menahan pula
Desahannya di dalam hati,
Diam-diam bersenandung sendiri.
"Tuanku telah memisahkan kami,
Meskipun kutahu mereka juga 
Diam-diam bernyanyi,
Memendam rindu kepada Taman dan mawar,
Mencoba menjadi seekor bulbul
Biasa yang menawan 
Di tengah-tengah pasar
Dan istana raja."
Kemudian, berbaringlah si bulbul,
Dan diam dalam kesendiriannya.

Darwis Kedua:


Sang Putri berlari mengitari taman labirin 

mencari jalan keluar ke dunia bebas


menuju kekasih hatinya


sambil menangis lirih ia berkata,


"Duhai Kekasih... penuh sesak rasa 


tak mampu lagi kutahan


istanaku tak lagi terasa damai dan indah


hanya belenggu bagi jiwa yang mencinta"



Sang Putri terus berlari 


mengitari taman labirin tanpa tahu kapan ia kan temui sang kekasih hati





Sunday, 8 September 2013

Bulbul dan Mawar pada September Kelabu



September ini kelabu, meskipun langit tidak abu-abu. Aku seperti terlahir kembali, bergerak ke dalam kekosongan. Aku telah menjelma menjadi seekor bulbul. Seekor bulbul yang diam-diam memuja mawar, dan mawar-mawar di taman rahasia, nun jauh saujana mata memandang, namun begitu dekat di dalam kalbu. 

Bulbul pun bersenandung lirih,
"Wahai jiwa, apakah terlahir dalam tubuh yang salah?  
Air mata yang mengalir, 
Sayap yang cantik, namun lemah?
Mawar merah merona, 
Mungkinkah aku menjadi bulbul yang merdeka?
Milikmulah segala pesona,
Sementara aku terlalu hina untuk menjadi pemujamu."

Siapakah gerangan sang mawar yang telah mencuri hati bulbul hina yang tak mampu terbang tinggi? 

Bulbul berbisik kepada angin yang bertiup sepoi-sepoi menerobos jeruji sangkar emasnya,
"Duhai angin yang berhembus,
Seandainya aku seorang tukang kebun,
Sudah pasti aku berkali-kali tertusuk duri mawar.
Tetapi, hanya sesekali aku dapat pergi ke taman,
Pun, tak tahu apakah sanggup terluka berkali-kali?"

Angin yang menerobos dan hilir-mudik dengan pakaiannya yang tak berwarna dan berbentuk, membalas bisikannya 

"Duhai bulbul yang manis,
Menggenggam tangkai mawar pasti akan terluka,
Tetapi jika mawarnya merah merona,
Maka darah yang mengucur tidaklah sia-sia."

Bulbul mengepak-ngepakkan sayapnya. Air matanya menetes. Karena sekarang ia tak bisa kemana-mana, tak bisa terbang lebih jauh daripada sangkar emas ini.

"Seandainya aku menginginkan sesuatu,
Maka sekarang ini aku hanya menginginkanmu,
Wahai Mawar."

Demikianlah bisik hati sang bulbul. Hatinya telah dipenuhi oleh kerinduan. Sekaligus kesadaran. 

"Tetapi, aku tahu diri,
Wahai Mawar.
Dapatkah aku menjadi kekasihmu?
Menjadi sahabatmu pun,
Apakah aku mampu?
Apakah dikau kiranya berkenan?
Ya, ya...
Aku baru bisa menjadi pengagummu,
Pengagum rahasiamu."

Pada suatu malam, dalam mimpinya, sang mawar akhirnya hadir sekilas di hadapan sang bulbul, melalui wanginya, dan senyumannya yang dilemparkan lewat bayang-bayangnya pada air danau yang jernih. 


Bagi sang bulbul, kerinduannya sedikit terobati, walau hanya sebentar saja dapat melihat sedikit sang mawar pujaan hati, walau hanya pantulannya pada air danau yang jernih.

"Duhai Mawar,
Betapa indah pantulanmu
Yang dapat kulihat
Dari permukaan air.
Tetapi hanya sekilas itu
Sesuatu terlempar dan jatuh
Ke dalam air.
Oh, oh, betapa sebak dada ini!
Betapa baru sepercik saja 
Membasahi keringnya kerinduan ini!"

Maka sang bulbul kembali, kembali pulang menyelinap dan terbangun di dalam sangkarnya. Dia menangis, menangis tersiksa oleh kerinduannya, dadanya terasa sesak, dan hatinya terasa pilu. Dia tahu, semua yang dia rasakan adalah rahasia. Siapa yang dapat mengerti? Tuannya. Tuannya mengerti. Tetapi, bisiknya lirih di dalam hati:

"Tuanku, 
Hamba hanya seekor bulbul,
Di sangkar ini, rasa sepi begitu menyiksa,
Kesendirian ini, begitu mendera
Tak dapat berbagi, tak dapat bersenandung
Kecuali kepadamu."

Sang bulbul tak dapat menceritakan rahasianya kepada burung merpati apalagi burung elang. Bahkan meskipun yang dia jumpai semuanya adalah kawanan angsa rupawan.


Maka, kata bulbul kepada tuannya, berkicau nyaring-nyaring dari balik sangkarnya,

"Duhai tuanku,
Bawalah, bawalah teman untukku...
Seorang saja sudah cukup,
Tetapi jika lebih,
Aku berterimakasih."

Akhirnya, tuannya merasa kasihan, mendengarnya, lalu membawa sangkar emas lain berisi bulbul. Mereka pun saling berkicau dan bersahut-sahutan, kadang sendu, kadang juga gembira. Masing-masing dari dalam sangkarnya. 

Misalnya, sang bulbul bersenandung kepada bulbul lain di hadapannya,

"Aku mengerti engkau bersikap rendah hati,
Wahai bulbul di ujung sangkar sana.
Kita sama-sama mempunyai kelemahan,
Entah pada sayap atau pun pada kelincahan,
Pada lagu yang kita senandungkan, 
Atau pun pada bulu-bulu kita yang rapuh.
Mungkin, besok atau lusa, tuan kita akan 
Membawa aku, atau membawamu pergi 
Dari sini. Tetapi, itu tidak penting.
Selama masih ada waktu, marilah
Kita berkicau dan saling bersahut-sahutan,
Bercerita tentang mawar, dan mawar-mawar,
Rahasia tentang sang mawar, dan mawar-mawar.
Selama engkau masih mendengar suara
Kicauanku, dan kau membalas sahutanku
Dengan merdu, aku ucapkan terimakasih.
Dan, apabila, bagimu, suara sahutanku
Tidaklah merdu, kumohon maafkan aku.
Ada kalanya, tuan kita membawaku pergi
Dari sini, untuk menghibur tamu-tamunya,
Di kala lain, tuan kita memilihmu 
Membawamu pergi dari entah untuk apa.
Tetapi, baiklah itu tidak penting.
Meskipun kita mungkin tidak harus 
Berjumpa lagi, atau akan berjumpa lagi,
Memanfaatkan sedikit waktu bersama 
Yang ada dalam sangkar masing-masing,
Aku telah merasa tidak pernah sendirian lagi.
Tidak pernah sendirian lagi."

Tuan mereka selalu mendengar senandung mereka. Betapa merdu terdengar paduan suara yang kadang-kadang dilantunkan ini. Betapa merdu sahut-menyahut ini. Tuan sang bulbul membawa lagi sebuah sangkar. Sebuah sangkar emas lagi.

"Duhai sahabat,
Bisikkanlah sekali lagi,
Ke dalam kalbuku,
Rahasia tentang mawar,
Mawar yang diam-diam
Kita kagumi.
Bisikkanlah sekali lagi,
Rahasiamu
Saat berjumpa dengannya.
Oh, betapa hanya sedikit
Yang mengerti
Saat engkau juga tidak ada di sini,
Kerinduanku padamu,
Adalah kerinduanku akan mawar
Yang kita selalu senandungkan
Bersama-sama."

Di tengah kabut, di antara mendung, ketika dunia berguling-guling terjatuh ke dalam arena yang hiruk pikuk, air mata, kebencian, dan jeritan tiada habisnya, aku duduk tersungkur. Seperti bulbul, aku hanya bersenandung diam-diam. Ternyata hanya bangsa bulbul yang dapat memahami bangsa bulbul... 

September ini kelabu, meskipun langit tidak abu-abu. Seperti selalunya, aku terlahir kembali...Tetapi sekarang baru menyadari betapa telah terseret begitu jauh, terus bergerak ke dalam kekosongan... Seperti bulbul. Aku bergerak, melangkah, merayap, dan mengharap, bahkan berhenti sejenak,  dari kerinduan kepada kerinduan. 


Pondok Gede, September, 8 2013.




Wednesday, 9 January 2013

Di Jalan Ini, kaukira...



















Kaukira aku Hindu, sebab nama yang diberikan orang tua,
Tetapi kautahu kumemandang dewa-dewa sebagai nama-nama lain dari Dia Yang SATU,
Kaukira aku Yahudi, sebab aku membaca Taurat dalam bahasa Ibrani,
Tetapi kautahu kita semua satu keluarga dari Ibrahim karena itu kuakui Muhammad sesudah Musa, Daud dan Isa.
Kaukira aku Kristen, sebab aku menyanyi Mazmur dan bertawassul kepada Yesus,
Tetapi kautahu aku menolak penuhanan konsep tentangNya, trinitas, dan pemujaan kepada agama institusional.
Kaukira aku Syiah, sebab aku menerima Ali sebagaimana kuterima Muhammad,
Tetapi kautahu aku tidak membenci para sahabat Rasul kecuali mengecam perbuatan mereka yang membunuh menyiksa keturunan Rasul.
Aku dibenci oleh Muslim karena mencintai Yesus dan Alkitab,
Aku dibenci oleh Kristen karena mencintai Muhammad dan AlQuran.














Itulah mengapa mesjidku adalah ruang sunyi sepiku sendiri.
Tetapi...
Saat harus berada di masjid,
Maafkan aku Tuhan telah memenuhi percakapan kita
Dengan mengeluh kepada-Mu.
Saat mampir ke gereja,
Mengadu kepada Yesus, sampai kapan aku harus
Menunggumu kembali bersama Sang Imam?

Riuh-rendah dalam kegelapan, betapa yang kutemukan hanya Tuhan
Yang terbelah-belah dan terbagi-bagi.
Aku memilih untuk membawa sebatang lilin yang dapat membakar tanganku
Sendiri, tetapi kutahu cahayanya hanya berasal dari Cahaya-Mu.
Sebab aku membaca Empat Kitab, lalu membaca kitab-kitab,
Aku tak menemukan serupa, atau tak menemukan sama,
Aku hanya menemukan-MU.















Barangkali, jika aku punya kuil,
Mereka akan mengira aku penganut Tridharma*,
Sebab aku berkata:
Temukanlah apa yang kaucari dalam dirimu,
Hormatilah nenek moyangmu,
Dan ikutlah kemana arus Sungai ini menghanyutkanmu.

Di Jalan, aku bicara, diam, atau berbisik,
Mereka tidak akan pernah mengerti
Kecuali menempuhnya sendiri.

Januari, 2012


















(*http://id.wikipedia.org/wiki/Tridharma)

Thursday, 6 December 2012

I Want to Walk with My Mothers


I want to sing like pretty Miriam,
Oh God! Oh Joy!
Though brother I don't have,
Nor I am holy to receive Your Songs
Like her.

I want to pray like lovely Hagar,
Oh Lord! Oh Truth!
Though second wife I am not,
Nor I am holy to receive Your Love
Like her.

I want to sing like brave Deborah,
Oh God! Oh Hope!
Though warrior I would not be,
Nor I am holy to receive Your Blessing
Like her.

I want to speak like sincere Huldah,
Oh Lord! Oh Wisdom!
Though fluent speech I can't do,
Nor I am holy to receive Your Words
Like her.

I want to pray like Mother Mary,
Oh God! Oh Love!
Though meditation and zikr I often miss ,
Nor I am holy to receive Your Spirit
Like her.

I want to sing with the prophetess.
Let me learn from them.

I want to pray like Hannah,
Mother of Samuel.
Though passionate I am not, 
But let me believe only in Your Mercy.

I want to be patient like Elizabeth,
Mother of John the Baptist
Though children I already have,
But let me submit myself only to You.

I want to keep my promise like Anna,
Mother of Mary.
Though I always break my promises to You,
Let me repent, only to live  just for for You.

Oh Lord! Oh Mother in Heaven!

I want to be faithful like Khadijah,
Mother of Fatimah.
Though business I do not make, 
But let me serve You, only You.

I want to love like Fatimah,
Mother of Hassan and Hussein.
Though no such strength and impatient I am,
Let me life fully for humanity.

Oh God! Oh The Only One! The Only Source!

I want to walk with my mothers.
I want to pray like them. 

Oh Beloved!
Please take me into their Path.
Let me be there, 
Be in the Path to You. 

Amen. 










Wednesday, 21 November 2012

Puisi November 2012



Saat Kita Membunuh Tuhan

Oleh: Chen Chen M

















Semua perang ini adalah perang duniawi...
Jika aku menutup mataku, dan aku melihat
Dalam kegelapan dan tak ada apapun
Hanya kosong…kosong…dan kosong…

Kudengar mereka dikirim bukan agar
Aku gagah perkasa, kaya raya atau terkemuka.
Tetapi mengapa orang-orang yang paling
Dipercaya sebagai pengikut mereka,
Menawarkan padaku kekayaan, kemuliaan dunia,
Atau kejayaan kegagahan di atas tahta?

Semua perang ini adalah perang duniawi…
Jika aku membuka mataku, dan aku tidak melihat
Dalam terang-benderang, dan begitu banyak
Segalanya ada…ada…ada…

Kubaca mereka mengajarkan agar
Aku bersabar, mencintai, teguh di Jalan derita,
Tetapi mengapa orang-orang yang tak pernah
Diakui sebagai pengikut mereka,
Menunjukkan kesabaran, kasih sayang dan keteguhan
Di atas segala sengsara dan ratapan dukacita?

Aku mengerti,
Sekaligus tidak mengerti,
Sekarang.
Sebab aku mencari, tetapi tidak berjumpa.
Sebab aku tidak mencari, tetapi menemukan.

Yang kuingat mereka mengajarkan untuk tidak
Membangun kuil megah di atas jembatan
Hanya demi memuja Tuhan.
Tetapi mengapa aku didesak untuk mengagumi
Bahkan membiayai ziggurat yang lebih tinggi
Menjulang daripada Rumah Tuhan sendiri, dan
Jikalau tidak aku kikir, nista dan akan terkutuk?
Yang kuingat mereka mengajarkan tak pernah
Memaksa orang-orang ikut dalam rombongan
Hanya demi meraih Surga.
Tetapi mengapa aku dirayu untuk mengiklankan
Bahkan mendesak orang-orang untuk dibaiat
Dibaptis lagi didaulat menjadi anggota mereka,
Dan jikalau ada yang menentang maka
Halal darah dan wajib air mata tertumpah mengalir? 

Ah!
Siapa yang mengatakan bahwa
Merekalah yang paling mengikuti,
Itulah mereka yang paling menjauhi.
Siapa yang menunjukkan bahwa
Mereka tidak pernah mengikuti,
Diam-diam merekalah yang paling mendekati.

Apakah kaubingung?
Atau kaujustru bertambah yakin?

Tak ada yang membenci taman yang indah,
Kecuali dia yang hatinya terluka,
Dan dendam di dadanya terus membara.
Tetapi mereka yang mencintai taman yang rupawan,
Seringkali lupa, bagaimana ia dirawat dan dipelihara.
Kupu-kupu dan kumbang seakan sebuah selingan,
Dan wangi bunga-bunga sekejap saja terhirup.
Mereka, juga aku dan kau, tak ada bedanya.
Hanya menginginkan duduk menikmatinya,
Tak peduli apakah itu mimpi atau nyata,
Sekiranya mungkin biarlah tak perlu jerih payah,
Menatap langit yang memayunginya,
Menginjak rerumputan hijau yang mengalasinya.
Hanya harapan sekaligus prasangka yang ditanamkan,
Tetapi menginginkan pohon-pohon yang rindang
Dan bunga-bunga yang elok
Tak pernah layu dan rontok ketika musim gugur,
Tetap bersemi di kala musim kemarau.
Dan di sini,
Di taman ini,
Kita sebenarnya sedang melawan lalat-lalat,
Ulat, serta seribu satu serangga
Yang kita pikir begitu mengganggu,
Yang hidup bahkan lebih singkat daripada
Saat kita – manusia – belajar berjalan.

Kita mengira kita masih hidup,
Tetapi ternyata
Kita sudah lama mati
Saat kita membunuh Tuhan.

20.11.2012

Gambar: Seorang Ibu di Taman Pemakaman Korban Perang Bosnia-Serbia

Monday, 30 July 2012

SURAT SEORANG IBU


~sebuah puisi ~

Anak-anakku...

Surat ini kutulis pada zaman ketika aku hidup
Ketika orang-orang berperang berseteru berselisih atas nama agama dan mazhabnya
Pada saat mereka yang membenarkan perbuatan mereka atas nama Tuhan
Dan kalian lahir dari rahimku sebagai harapan yang Tuhan titipkan pada hidupku

Anak-anakku
Orang-orang Islam mengajariku tentang realitas sejati adalah Tuhan
Orang-orang Sunni mengajariku tentang persahabatan yang penuh kasih
Orang-orang Syiah mengajariku tentang memelihara ketaatan dengan segenap potensi yang Dia karuniai
Orang-orang Sufi mengajariku tentang cara-cara mencapai realitas sejati
Orang-orang Salafi mengajariku tentang menjaga kemurnian iman
Orang-orang Kristen mengajariku tentang manifestasi terindah Yesus dan ibunya
Orang-orang Katholik mengajariku tentang cara berdoa yang indah
Orang-orang Ortodoks mengajariku tentang teguh memelihara tradisi dalam segala halangan
Orang-orang Protestan mengajariku tentang menjadi orang beriman yang merdeka
Orang-orang Yahudi mengajariku tentang mencintai kehidupan dengan meraihnya untukNya
Orang-orang Buddhis mengajariku tentang melepaskan kemelekatan dalam kehidupan
Orang-orang Hindu mengajariku tentang manifestasi YME pada seluruh alam semesta
Orang-orang Konghuchu mengajariku tentang mencintai keluarga dan negara
Orang-orang Taois mengajariku tentang menikmati kehidupan tanpa kebimbangan
Orang-orang Kejawen mengajariku tentang hubunganku denganNya secara sederhana
Orang-orang Atheis mengajariku tentang hal-hal yang mengetuk kesadaranku akan Dia
Orang-orang Agnostik mengajariku tentang tuhan-tuhan yang telah menjadi berhalaku
Orang-orang India-Amerika mengajariku tentang persaudaraan dengan alam raya
Orang-orang Sikh mengajariku tentang berbakti demi Dia YME
Orang-orang Bahai mengajariku tentang harapan bersatunya keluarga Adam yang terceraiberai
Dan orang-orang lain mengajariku tentang hal-hal lain yang sebelumnya tak terpikirkan olehku

Anak-anakku...
Walaupun aku tidak setuju dengan banyak dan sedikit hal yang mereka ajarkan,
Tetapi mereka telah memperkaya aku, meluaskan cakrawala pengetahuanku,
membuka pintu kesadaranku
Seberapa besar dan seberapa sedikit prasangka dan kebencianku pada mereka
Seberapa jauh dan seberapa dalam cinta dan kasihku pada mereka
Aku baru mengerti bahwa Tuhan menciptakan mereka untuk aku mengenalNya,
mendekatNya, dan menemukan Dia di mana pun dan pada saat apapun aku berada.
Berilah salam untuk mereka, doakanlah mereka, bantulah mereka sebagaimana
Tuhan telah mengirimkan mereka untukmu menjadi manusia sebagaimana yang dikehendakiNya.
Ingatlah, Tuhan tidak memiliki agama,
Dia menciptakan agama untuk kita menjadi manusia...
Tuhan tidak menciptakan agama untukNya
Dia menciptakan agama bukan untuk menjadikan kita tuhan-tuhan baru
Kuharap kalian mengerti,
kuharap kalian menjadi manusia sebagaimana kehendakNya

Doa dan restu-ku untuk kalian selalu.
Ibumu.

Ramadhan, Juli 2012