MERDEKA
Aku terbangun dan menemukan
Diriku masih hanya menginginkan
Duduk bersandar pada dahan pohon itu
Tersenyum, bersedih dan mendesah
Tersenyum, bersedih dan mendesah
Dalam keheningan.
Aku terbangun dan menemukan
Kesepian saat bersandar pada dahan pohon itu
Tanpa sahabat yang biasa menemaniku.
Walaupun kami terbiasa duduk berjam-jam
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun,
Hanya sesekali saling menatap melemparkan
Air mata yang tertahan di ujung kelopak,
Ketika musim gugur kemarin.
Aku terbangun dan menemukan
Perpisahan tidak lagi menyakitkan
Tetapi kesendirian lebih tidak memungkinkan.
Aku harus bercakap-cakap,
Minum, makan, mabuk, berpesta pora
Seperti orang-orang di pasar lainnya.
Tidak untuk melupakan, karena
Itu tidak mungkin. Tetapi untuk pergi
Melompat dari satu kesenangan
Ke kesenangan yang lain.
Aku terbangun dan menemukan
Kelelahan melahirkan kerinduan
Kembali bersandar pada dahan pohon itu.
Kesepian membuat airmataku mengalir,
Tetapi keberanian untuk bertahan
Mengalahkan semua rasa takutku
Mengalahkan semua rasa takutku
Pada kesunyian semacam ini.
Aku terbangun dan menemukan
Mereka yang belum mengerti
Akan terus mencoba untuk menggenggam tanganku
Di dalam keramaian untuk tertawa
Dan menghabiskan waktu secara sederhana,
Tetapi berlebih-lebihan.
Aku terbangun dan menemukan
Diriku membiarkan mereka menarik tanganku
Masuk ke dalam keramaian untuk menari
Berdansa dan menikmati kehidupan
Meskipun jiwaku terbang melayang jauh
Jauh ke dahan pohon itu, untuk bersandar.
Menangis keletihan.
Aku terbangun dan menemukan
Diriku berusaha tidak terhanyut
Meskipun berenang mengikut arus utama,
Berusaha tidak tenggelam
Melainkan terus menyelam diam-diam.
Menelan rasa pahit dan manis sekaligus,
Dan bersorak penuh kemenangan.
Aku terbangun dan menemukan
Musim dingin yang panjang telah menjelma
Sebelum aku sempat menyadari
Salju akan merintik perlahan-lahan
Menyelimuti seluruh daratan dan perairan.
Dan dahan pohon itu masih kokoh
Menungguku untuk bersandar.
Aku terbangun dan menemukan
Tubuhku telah kembali bersandar
Pada dahan pohon itu.
Kering dan tanpa daun-daun.
Senyap dan tanpa siapapun
Hanya ditemani oleh desir angin,
Kabut, dan hawa dingin menusuk tulang.
Aku terlelap pada dahan itu,
Dan bangkit dalam keramaian.
Tetapi jiwaku. Rohku. Hatiku.
Masih pada dahan pohon itu.
Aku merdeka.
Meskipun mereka mengira
Aku terbelenggu.
~ 7 Desember 2013 ~
KEBAHAGIAAN
Kukenakan jubah beludruku,
Kubasuh pula airmataku.
Telah kuhapus ingatanku
Kutinggalkan pondokku.
Kulempar kashkul usangku
Jauh-jauh ke sungai itu.
Meski tak dapat melupakanmu,
Meski masih merindukanmu,
Hatiku telah membeku,
Dingin bagai salju.
Aku pergi ke pasar seru itu,
Kujual diriku dengan hati pilu.
Tak seorang pun mendengarku
Mendengar sedu sedanku
Peduli pada jerit tangisku.
Kutawarkan tawa candaku,
Kuobral murah senyumanku,
Kerianganku telah menjadi semu
Sejak kutinggalkan laut itu.
Pondokku yang kelabu.
Kaskhul usangku yang berdebu.
Jiwaku terbang bersama kabut
Yang menjulur dari langit biru.
Aku yang dulu telah terbujur kaku
Terkubur jauh di bumi yang kelu
Tak mampu ia menghiburku.
Kebahagiaan adalah sembilu,
Diasah, mengiris, setiap waktu.
Perih, pedihnya tak seorang tahu.
Sukacita hanya saat denganmu,
Mengarungi laut dengan perahu
Menyelam ke dasar menemukanmu
Hanyut oleh arus ombakmu.
Tenggelam di dalammu.
Tetapi, tidak tidak itu masa lalu.
Sekarang wajahku berselubung
Kain cadar dari sutra ungu.
Aku akan mengejar daratan itu
Bersandar berlabuh
Entah untuk berapa lama kumampu.
Kubasuh pula airmataku.
Telah kuhapus ingatanku
Kutinggalkan pondokku.
Kulempar kashkul usangku
Jauh-jauh ke sungai itu.
Meski tak dapat melupakanmu,
Meski masih merindukanmu,
Hatiku telah membeku,
Dingin bagai salju.
Aku pergi ke pasar seru itu,
Kujual diriku dengan hati pilu.
Tak seorang pun mendengarku
Mendengar sedu sedanku
Peduli pada jerit tangisku.
Kutawarkan tawa candaku,
Kuobral murah senyumanku,
Kerianganku telah menjadi semu
Sejak kutinggalkan laut itu.
Pondokku yang kelabu.
Kaskhul usangku yang berdebu.
Jiwaku terbang bersama kabut
Yang menjulur dari langit biru.
Aku yang dulu telah terbujur kaku
Terkubur jauh di bumi yang kelu
Tak mampu ia menghiburku.
Kebahagiaan adalah sembilu,
Diasah, mengiris, setiap waktu.
Perih, pedihnya tak seorang tahu.
Sukacita hanya saat denganmu,
Mengarungi laut dengan perahu
Menyelam ke dasar menemukanmu
Hanyut oleh arus ombakmu.
Tenggelam di dalammu.
Tetapi, tidak tidak itu masa lalu.
Sekarang wajahku berselubung
Kain cadar dari sutra ungu.
Aku akan mengejar daratan itu
Bersandar berlabuh
Entah untuk berapa lama kumampu.
~ 6 Desember 2013 ~
SAZ
Baglamaku,
Sazku,
Hiburlah aku!
Malam ini,
Aku menyerah!
Aku lelah!
Tempat bersandar
Di belantara ini
Telah kutinggalkan,
Mainkan sedikit
Senandung
Untuk menemaniku.
Sazku,
Hiburlah aku!
Malam ini,
Aku menyerah!
Aku lelah!
Tempat bersandar
Di belantara ini
Telah kutinggalkan,
Mainkan sedikit
Senandung
Untuk menemaniku.
~ 6 Desember 2013 ~
DI PUNCAK GUNUNG SALJU
Sesungguhnya jika boleh memilih
Aku tidak ingin hidup di dunia kalian lagi
Aku lelah untuk berdusta dan mengenakan topeng ini
Aku terlalu letih untuk menangis di dalam hati
Aku kehilangan kata-kata untuk menjelaskan
Aku menyerah bertempur, memilih untuk mengalah
Airmataku telah begitu banyak terbuang sia-sia
Waktuku telah terhisap seakan-akan tersisa sedikit saja
Aku diam-diam selalu pulang ke duniaku sendiri
Kutemukan kebahagiaan dalam sunyi sepi
Kutemukan kemerdekaan yang tak pernah kumiliki
Sering aku hanya ingin terlelap lama sekali
Kadang aku tak ingin kembali ke hiruk pikuk itu
Tetapi rasa kasih-sayang menampar hatiku
Kalian tertawa dan bersuka cita itu juga tugasku
Menutupi kesedihan ini biarlah jadi bebanku
Kerinduanku siapa yang dapat memahami
Jika harus semakin menjauh sementara ini
Apa dayaku untuk melawan takdir
Kutahu sejauh-jauhnya aku pergi, selalu didekati
Rasa sakitnya telah tergantikan
Oleh kekosongan dan kehampaan
Di puncak gunung salju dingin mencekam
Hatiku mengering, membiarkan angin meniupnya
Kemana pun ia harus pergi.
Aku tidak ingin hidup di dunia kalian lagi
Aku lelah untuk berdusta dan mengenakan topeng ini
Aku terlalu letih untuk menangis di dalam hati
Aku kehilangan kata-kata untuk menjelaskan
Aku menyerah bertempur, memilih untuk mengalah
Airmataku telah begitu banyak terbuang sia-sia
Waktuku telah terhisap seakan-akan tersisa sedikit saja
Aku diam-diam selalu pulang ke duniaku sendiri
Kutemukan kebahagiaan dalam sunyi sepi
Kutemukan kemerdekaan yang tak pernah kumiliki
Sering aku hanya ingin terlelap lama sekali
Kadang aku tak ingin kembali ke hiruk pikuk itu
Tetapi rasa kasih-sayang menampar hatiku
Kalian tertawa dan bersuka cita itu juga tugasku
Menutupi kesedihan ini biarlah jadi bebanku
Kerinduanku siapa yang dapat memahami
Jika harus semakin menjauh sementara ini
Apa dayaku untuk melawan takdir
Kutahu sejauh-jauhnya aku pergi, selalu didekati
Rasa sakitnya telah tergantikan
Oleh kekosongan dan kehampaan
Di puncak gunung salju dingin mencekam
Hatiku mengering, membiarkan angin meniupnya
Kemana pun ia harus pergi.
No comments:
Post a Comment