MUSIM SEMI DI KONYA
(Serial Puisi)
Aku telah tertidur lama di bawah padang rumput berbunga liar sampai aku
bertemu dengannya. Matanya yang sebiru langit dan senandungnya semerdu Bulbul
telah membangkitkan aku dari tidur panjangku. Dia tersenyum dan senyumannya
membasuh luka-lukaku, kesedihanku, kedukaanku. Dia muncul dari negeri tempat
tulip-tulip menunduk mekar, meyakinkan aku adalah pohon cemara yang tangguh,
hijau pada semua musim, juga bunga dandelion yang tidak cerewet, yang tumbuh di
segala cuaca dan segala padang .
Kadang-kadang aku masih meratap, masih menangis, masih menari dalam hujan musim
gugurku sendiri. Tetapi, dia menungguku di muka pintu gerbang, ke Konya , siapkan sayapku,
dan bentangkanlah! Dia Bulbulku. Tulip Hakkari-ku. Hunkar mudaku. Aku terlahir
kembali dari kematian yang sia-sia. Musim semi di Konya menyambut kelahiranku kembali dengan
hangat sinar mentari... Doa dari Kesatria Cahayaku di Surga, yang menginginkan
aku terbang dan berdiri lagi meski harus di atas bukit sembilu: “Darah ibuku
adalah cahaya baginya, cahaya untuk dia meneruskan perjalanannya yang terang benderang.”
Aku menerima uluran tangan Bulbulku dan percaya Sang Cinta akan menjawab semua doa-doaku dan Kesatria Cahayaku.
Aku menerima uluran tangan Bulbulku dan percaya Sang Cinta akan menjawab semua doa-doaku dan Kesatria Cahayaku.
Jatuh cinta lagi, aku!
Menggugahku, matanya yang biru.
Gemuk, hangat memelukku
Meski dari tempatnya yang jauh.
Sempurna, Indah, Oh Bulbulku!
Terlahir kembali jiwaku
Dalam tubuh baru, hidup baru,
Kemudian aku bertemu denganmu.
Berjumpa dengan pujaan hatiku.
18-Mei-2014
Diam-diam memandangnya,
Mengagumi, seribu batu jauhnya
Pujaan hatiku di Konya ,
Aku bersenandung dan berdansa
Menyebut namanya,
Berkata bibirku akan wajahnya,
Seribu kata-katanya tentang dunia.
Oh, yang bermata biru di sana ,
Kupejamkan mata membayangkannya:
Duduk aku dalam dekapannya.
Oh, Bulbulku di Konya!
19-Mei-2014
Hunkar (1)
Mengirimkan surat ,
Hunkar mudaku
Dalam sekejap mata, di depan mataku
Diterbangkan merpati cahaya:
Apa kabarmu? Sapanya.
Bagai mengunyah sepotong saja
Turkish
Delight,
seiris saja baklava,
Oh, Hunkar mudaku! Bulbulku!
Bangkit kembali hatiku:
Musim semi semekar tulip merah
Kupandang Anatolia merona merekah.
20 Mei 2014
Di Anatolia, Cappadocia ,
seandainya saja aku!
Di atas batu runcing batu sembilu
Berseru aku, akan memanggil namanya seribu:
Bulbulku!
Oh dia, yang matanya sebiru langit Cappadocia ,
Sebiru sungai yang membelah Anatolia .
Batu-batu permata di cakrawala luasnya,
Karena dia,
Hatiku sekuntum tulip di Hakkari
Yang menundukkan sedih dan benci.
21-Mei-2014
Hunkar (2)
Berbaju biru, Hunkar mudaku menatapku
Dari kotanya di Konya .
Menjelajah Anatolia, kapan kiranya
Takdir mengirimku ke sana ?
Kulit putihnya, Hunkar mudaku tersenyum
Dari kediamannya di Konya .
Setetes Tatar, barangkali dia dan aku
Dari balatentara Jengis Khan.
Demi Tenri Yang Maha Agung, dalam lingkaran
Hunkar mudaku menarik tanganku:
Menari berdua, semasa, seirama, selingkaran,
Dia di Konya, aku di Jakarta , melampaui ruang.
Tengah malam, terkenang mata birunya.
Menunggang singa, Hunkar mudaku
Mendekap rusa. Ah Si Biru, cintaku di Konya !
22-Mei-2014
Kepada dia nun
di Konya, pujaan hatiku:
“Kangen kamu, aku!”
Mata yang biru,
Pakaian halus kelabu,
Merindukanmu, sungguh!
Ke Anatolia, kapan aku
Bisa bersama denganmu:
Bertemu Hunkar Tua di
Samping Maulana?
Naik balon udara, kita,
Ke atas bukit-bukit Kapadokya,
Tersenyum menatapmu.
23-Mei-2014
Bulbul (1)
Di Konya, kota
tua itu
Bulbulku hinggap.
Rupawan, bermata biru
Tulip jinggaku
Wajahnya menunduk ke bumi.
Di Turki, negeri purba itu,
Bulbulku pulang
Ke kampung halaman.
Menawan, berkulit salju,
Bulbulku, pujaan hatiku,
Merindukannya
Merindukan langit cerah
Musim semi:
Tulip di taman hatiku
Mekar, merona.
22 Mei 2014
Bulbul (2)
Terbang, dari sarang ibu
Bulbulku kembali ke Konya .
Separuh Amerika,
Mata sebiru langit,
Melebarkan sayap,
Sayap kasihnya memelukku.
Bersenandung, di pondokku
Bulbulku memuja Sang Kekasih.
Tersenyum, menghiburku.
Usah bersedih lagi, katanya.
Akan terbang dia ke kotaku,
Menemuiku. Bulbulku!
Pada cermin kukatakan,
Air mata ini hapuskanlah!
Tak seorang lagi pun boleh
Menghisap kebahagiaanku.
Bulbulku rupawan, menawan.
Dari tidur panjang bangkitlah!
Biar kekuatan tak lagi meleleh
Mata birunya kupandang selalu.
Pada taman kukatakan,
Indah musim semi di Konya ,
Muram musim gugur tinggalkanlah!
Tulip-tulip mekarnya lebih soleh
Daripada pohon-pohon rapuhku.
24-mei-2014
Hunkar (3)
Secangkir cappuccino, dalam mimpi:
Kubuka jendela, Konya terhampar.
Duduk menatap Hunkar mudaku,
Mata birunya, kulit saljunya.
Hari ini berangkat ke Malatya ,
Memanggul waktu, menanggungnya
Dengan riang.
Katakan padaku, ini bukan mimpi.
Sebentar lagi, Hunkar mudaku,
Bersamanya menyeberang langit.
25-mei-2014
Tulip (1)
Tentang tulip-tulip dan musim semi,
Pernah kutanyakan padanya.
Dikirimnya benih sekuntum untukku.
Tapi juga kuhiasi pondokku sendiri
Dengan bunga-bunga liar yang kupetik
Setiap pagi sambil membayangkan
Bulbulku terbang melintas samudra
Menemuiku. Di sini. Di negeriku ini.
Jangan pernah bersedih, katanya,
Tentang sendiri dan sepi
Yang menemani hari-hari kita.
“Tulip-tulip di tamanmu juga indah!”
Katanya padaku.
25-Mei-2014
Tulip mekar yang menundukkan wajah,
Dari kejauhan, dia yang memandangku:
Ceritakan padaku bukit-bukit sembilu,
Permata berwarna-warni di langit biru.
Ingin terbang menanggalkan lelah
Meski sejenak bersamanya, Bulbulku!
Mata birumu sehangat mentari musim semi,
Kulit saljumu sesejuk semilir angin pagi.
Di Anatolia, menari dengannya,
Kappadokya, Malatya ,
Konya , oh
Bawa kembali aku ke dalam lingkaran,
Jangan lepaskan lagi tanganku.
26-Mei-2014
Mawar (1)
Di tamanku…jauh di dalam kebun jiwaku
Aku menanam sekuntum mawar.
Untuk siapa gerangan?
Untuk dia yang jauh di seberang,
Bulbulku yang rupawan,
Bulbulku yang bersenandung
Memuja hanya untuk Sang Cinta.
Kutinggalkan semua taman yang gersang,
Kebun yang kerontang,
Kutanam sekuntum mawar untuknya.
Hunkar mudaku yang menatapku
Dengan kedua langit biru terangnya.
27-Mei-2014
(Serial Puisi: Musim Semi di Konya)
Tulip (2)
Hari ini
Terbang aku ke Hakkari
Menemui Bulbulku di kuncup
Tulip-tulip jingga.
Dari pondoknya dia tersenyum,
Seperti layang-layang
Aku menjadi ringan.
Sekuntum tulip di hatiku,
Yang kelopaknya memandang bumi,
Tapi menjulurkan pesonanya,
Berpura-pura rupawan dan angkuh,
Karena musim semi telah kembali.
28 Mei 2014
Mawar (2)
Jatuh cinta lagi, aku!
Pada kelopak-kelopak mawar merah
Pada senandung Bulbulku
Di Konya.
Aku tinggalkan padang rumput
Berbunga liar
Tempat aku pernah dipetik
Dan dibunuh.
“Tak ada yang membuatku lebih bahagia,”
Katanya,
“Selain melihat engkau tumbuh kembali.”
Bukan Mawar. Seperti dia.
Tapi dandelion berwarna merah jambu.
Aku kembali. Kataku.
29-Mei-2014
Musim Semi di Konya (1)
Musim semi di Konya
Adalah angan-anganku seorang penari.
Biara di Roma telah menjadi masa lalu,
Dan batu nisanku telah menjadi puing-puing,
Tubuhku yang dulu telah menjadi abu.
Tukang besi di ujung jalan berusaha
Membakarku dengan api yang dia julurkan
Dari jendela. Aku menjerit dan lupa
Aku sudah kembali ke jalan menuju Konya .
Aku lupa sudah musim semi di Konya .
Di seberang jalan sana , senja akan terbit,
aku tahu, aku tahu, aku percaya, aku percaya.
Bulbulku sudah menunggu di pintu gerbang,
Kalau dia tahu aku terluka kembali,
Dia akan bersenandung dari tempatnya
Merdu menggema ke seluruh angkasa,
“Menarilah dengan riang!”
Aku memberikan hatiku kepadanya:
Hunkar mudaku yang menatapku
Penuh percaya. Tak pernah menjatuhkan
Bola emas yang kuambil dari dasar kolam
Tak pula pernah melemparku ke dinding karena
Aku kodok menjijikkan yang melompat-lompat
Dan makan semeja di ruang istana.
Aku tidak siap memikirkan selain dia,
Tulipku yang berwarna jingga,
Di Anatolia.
Selain dia telah kusimpan dalam
Kotak Pandora berwarna kelabu.
Kukubur jauh-jauh di dasar
Gunung Berapi.
Sekarang Musim Semi di Konya.
Aku kembali ke jalan ke Konya ,
Menari dan bersenandung riang!
30-Mei-2014
No comments:
Post a Comment